Thursday, January 19, 2006

Lisensi Program Komputer

Dicky I. Prasetia, CISA

Tahukah Anda bahwa sejak Juli 2003 telah berlaku Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 mengenai Hak Cipta? Dalam UU (biasa disebut UU HAKI) itu disebutkan, program komputer merupakan ciptaan yang dilindungi. Pada Bab II UU ini disebutkan pula bahwa Pemegang Hak Cipta berhak untuk memberikan izin atau melarang penggunaan Ciptaannya untuk kepentingan komersial.

UU No 19 Tahun 2002 tentang HAKI sebenarnya merupakan amandemen dari beberapa undang-undang sebelumnya. Bermula dari UU No 7 Tahun 1994 tentang Hak Cipta yang diratifikasi menjadi UU No 18 Tahun 1997. Pada undang-undang HAKI Tahun 2002 ini, sekarang sudah memasukkan unsur pidana kepada pemakai barang ciptaan orang lain secara tidak sah. Adapun ancaman pidana bagi pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Penerapan UU ini lebih ditujukan untuk menekan angka pembajakan di Indonesia yang menurut laporan dari BSA (Business Software Alliance – konsorsium yang didirikan oleh produsen-produsen software untuk menegakkan hak cipta) berada di urutan ketiga teratas.
Lantas, sebagai pengguna apa saja yang perlu diperhatikan agar kita tidak melakukan pelanggaran terhadap UU ini?

Menurut ensiklopedi Wikipedia (http://www.wikipedia.org), secara ringkas program komputer yang telah dihakciptakan dan memiliki lisensi dikelompokkan dalam dua model besar lisensi; yaitu open source/free software dan closed source/proprietary. Perlu juga dicatat di sini bahwa tidak semua program komputer memiliki lisensi ataupun hak cipta. Sebuah program komputer dapat saja dipublikasikan tanpa disertai lisensi (biasa disebut License-Free Software), meski dalam hal ini tetap saja berhak cipta sehingga pengedarannya juga harus mengikuti aturan yang berlaku. Atau sebuah program komputer dapat juga dipublikasikan begitu saja kepada umum (public domain) yang dalam hal ini tidak dihakciptakan dan tidak pula berlisensi.

Free Software License, Open Source License dan Freeware

Penggunaan terminologi free software license dan open source license sering dipergunakan secara bergantian, meskipun sebenarnya terdapat perbedaan pada maknanya. Menurut Richard Stallman (pelopor Free Software Movement): “Free software berbicara soal kebebasan (freedom) dan bukan soal harga (price)”. Atau dengan kata lain, free software berarti bahwa pengguna komputer memiliki kebebasan untuk penggunaan dan pengendalian atas program komputer tersebut. Menurutnya, sebuah program komputer disebut sebagai free software apabila program komputer tersebut secara bebas dapat dipergunakan, diperbanyak, dipelajari, dimodifikasi dan untuk kemudian diedarkan kembali. Free software tidak selalu berarti gratis !

Secara umum sebuah program komputer digolongkan sebagai “Open Source” apabila telah mendapatkan persetujuan dari sebuah organisasi yang bernama Open Source Initiative. Open Source merupakan praktek dalam produksi dan pengembangan aplikasi dimana akses ke kode program diberikan kepada pengguna. Mengacu kepada pengertian free software seperti tersebut di atas, hampir semua program Open Source adalah juga free software.

Sebutan "Freeware" (free beer software) diberikan kepada program komputer yang gratis, akan tetapi, tetap tidak bisa dimiliki oleh pengguna (proprietary), karena pengguna tidak dapat secara bebas mempergunakan, memperbanyak, mempelajari, mengubah dan mengedarkan kembali. Kode program dari sebuah Freeware mungkin saja tidak dipublikasikan dan modifikasi atas program komputer tersebut mungkin saja tidak diperbolehkan. Winamp dan Acrobat Reader adalah contoh-contoh program komputer yang terkategori sebagai freeware.

Closed Source/Proprietary dan Shareware

Pada model lisensi Closed Source/Proprietary terdapat pembatasan-pembatasan (oleh pemilik program komputer tersebut). Pembatasan untuk penggunaan, penggandaan ataupun pengubahan program tersebut dapat dilakukan melalui mekanisme teknis dan hukum. Secara teknis berarti pemilik program komputer hanya memberikan kode-kode biner (machine-readable binary) kepada pengguna, tapi tidak memberikan kode program yang bisa dibaca (human-readable). Sedangkan melalui mekanisme hukum dapat dilakukan melalui lisensi program, hak cipta dan paten.

Contoh yang paling tepat untuk menggambarkan model lisensi ini adalah produk-produk dari Microsoft (Sistem Operasi Windows, Microsoft Office, Visio, Microsoft Project, dll.)

Produk Microsoft mengenal 3 macam jenis lisensi:

  1. OEM (Original Equipment Manufacturer)
    Dijual secara paket (pre-installed) dengan perangkat keras saat pembelian desktop/notebook. Sebagai bukti kepemilikan lisensi, produk yang kita beli (baik desktop/notebook) akan dilengkapi dengan End User License Agreement (EULA), Certificate of Authenticity (COA) yang ditempelkan pada chasis produk ybs., CD media asli, manual (bila ada), serta invoice atau bukti pembelian.
  2. Retail atau Full Packaged Product (FPP)
    Dijual secara satuan pada toko-toko retail ataupun reseller Microsoft. Sebagai bukti kepemilikan, produk FPP yang dibeli akan dilengkapi dengan End User License Agreement (EULA), CD media asli, manual (bila ada), serta invoice atau bukti pembelian.
  3. Volume Licensing
    Pilihan ini biasanya ditawarkan kepada pengguna dalam satuan besar seperti perusahaan-perusahaan karena alasan ekonomis (dengan harga khusus) dan hanya dijual melalui Large Account Reseller (LAR). Pada Volume Licensing juga terdapat pilihan Open License (di atas 5 unit), Select License (di atas 250 unit) dan Enterprise Agreement (di atas 250 unit, standarisasi lisensi)

Istilah Shareware (demoware, trialware) adalah metode pemasaran program komputer dimana versi percobaan suatu program komputer dibagikan secara gratis (biasanya dapat di-download secara gratis dari internet ataupun berupa bonus CD dari majalah) kepada kepada pengguna. Pengguna dipersilakan untuk mencoba program komputer tersebut sebelum membeli. Biasanya waktu penggunaan program ini dibatasi (misalnya: 30 hari) dan setelah batas waktu penggunaan program tersebut lewat, program itu akan terkunci.


Sebagai Pengguna, Apa yang Perlu Kita Perhatikan?

Sebagaimana disebutkan di atas, saat ini UU HAKI hanya diberlakukan pada penggunaan program komputer untuk kepentingan komersial. Dengan kata lain, untuk sementara penggunaan program komputer untuk kepentingan pribadi dan pendidikan “masih diperbolehkan”. Namun demikian, untuk menghindari risiko terjadinya tuntutan hukum beberapa hal berikut patut diperhatikan saat akan melakukan pembelian komputer atau instalasi program komputer pada komputer Anda:

Tentukan tujuan penggunaan komputer Anda; apabila untuk penggunaan pribadi atau pendidikan, Anda masih bisa “berlega hati”. Paling tidak untuk saat ini. Apabila komputer tersebut Anda pergunakan untuk kepentingan komersial, Anda harus memastikan semua program yang terpasang pada komputer Anda telah berlisensi dan telah sesuai dengan End User License Agreement (EULA).

Pastikan Anda telah mendapatkan dokumen-dokumen resmi sebagai bukti pendukung kepemilikan lisensi pada saat melakukan pembelian desktop/notebook; Bila Anda membeli desktop/notebook sekaligus dengan aplikasi yang berbasis Windows didalamnya, selalu cek keberadaan stiker hologram Certificate of Authenticity (COA). Tapi ingat, COA itu hanya untuk Sistem Operasi. Anda masih perlu membeli lisensi untuk Microsoft Office dan aplikasi-aplikasi lainnya.

Selalu cek jenis lisensi sebelum melakukan instalasi sebuah program komputer pada desktop/notebook Anda; Perhatikan apakah program tersebut termasuk freeware, shareware, free software/open source ataukah proprietary.

Baca dokumentasi End User License Agreement (EULA) dari program komputer tersebut, perhatikan mana yang boleh dan mana yang tidak. Utamanya mengenai batasan penggunaan dan penggandaan. Usahakan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan tersebut.

1 comment:

Unknown said...

Terima Kasih,,, bagus artikelnya